LAMPUNG BARAT | Pelaksanaan Pembangunan Gedung Penyediaan Sarana Pengolahan Komoditas Perkebunan yakni Pengadaan Prasarana UPH Pengolahan Kopi di Kabupaten Lampung Barat yang bersumber dari APBD Provinsi Lampung Tahun Anggaran 2021 sarat akan penyimpangan serta patut juga dipertanyakan pengawasan dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Pasalnya, jika mengacu kepada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2020, tentang Standar Dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi Melalui Penyedia, yang mana pada pasal 1 Point 10 menyebutkan PPK adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh Pengguna Anggaran (PA) atau Kuasa Pengguna Anggaran (KPA ), untuk mengambil keputusan dan melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara/anggaran belanja daerah. Kemudian pada point 14 Pejabat Pemeriksa Hasil Pekerjaan (Pj.PHP) adalah pejabat administrasi/pejabat fungsional/personel yang bertugas memeriksa administrasi hasil pekerjaan pengadaan barang/jasa.
Point 15 Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan (PPHP) adalah tim yang bertugas memeriksa administrasi hasil pekerjaan pengadaan barang/jasa.
Hal itu dikatakan Atang Kurniawan, Wakil Ketua DPC Barisan Relawan Jalan Perubahan (Bara JP) Lampung Barat, menurutnya jika mengacu pada aturan tersebut sangat banyak komponen yang terkait dengan sebuah pengerjaan, namun sayang pengawasan di lapangan sangat lemah bahkan cenderung tidak ada pengawasan yang dilakukan oleh yang berwenang, sehingga pihak penyedia atau pihak ketiga dalam pengerjaannya banyak dugaan tidak sesuai dengan desain gambar dan RAB yang sudah ditetapkan.
Salah satunya, seperti yang terjadi pada paket pekerjaan Pembangunan UPH senilai R 460.651.200, yang terdapat pada beberapa titik lokasi diantaranya yakni Kelompok Produksi Kopi Hitam Pekon Sri Menanti, Kecamatan Air Hitam, Poktan Dharma Sari Pekon Sri Menanti, Kelompok Wanita Tani Mawar Pekon Mekar Jaya Kecamatan Gedung Surian.
Sementara itu, Pembangunan Bangunan UPH Kopi di Kabupaten Lampung Barat yang di laksanakan di KWT Fila Family Pekon Tiga Jaya Kecamatan Sekincau, KWT Cempaka Pekon Mekar Sari Kecamatan Pagar Dewa dengan Anggaran Rp314.478.100.
Lanjut kata Atang, kebenarannya pun nampak jelas saat Tim Bara JP tinjau lokasi pada pembangunan yang dimaksud banyak ditemukan ketidaksesuaian pada realisasinya.
"Hal ini sangat nampak terlihat dengan jelas ketika pelaksanaan pembangunan didapati pondasi hanya menggunakan Batu Bata, bahkan ada yang hanya langsung di cor sloop saja tanpa menggunakan batu belah sebagai pondasi, selain itu juga penggunaan besi yang kecil, lantai yang sudah nampak banyak pecah, cat yang sudah terkelupas bahkan sampai hari ini ada yang belum terpasang plafon serta tidak nampak adanya nomenklatur, " jelas Atang, Selasa (25/1/22).
Disisi lain, NN salah satu Pengurus KWT mengaku telah mendapatkan bantuan, namun soal teknis pelaksanaan tidak tahu menahu, hanya diminta bantuanya sebatas mencarikan tempat tinggal untuk pekerja.
"Kami selaku KWT tidak tahu terkait teknis pekerjaan mas, karena kami hanya membantu untuk mencarikan tempat tinggal yang bekerja saja dan ibu-ibu anggota kelompok dengan suka rela membantu makan dan minum, jadi terkait teknis pekerjaan kami tidak tau mas, " pungkasnya.
Sementara itu, salah satu Pratin (Kepala Desa) yang enggan namanya dipublikasikan mengatakan sebelum pelaksanaan pembangunan pihak rekanan berkoordinasi langsung dengan pemerintah desa.
"Terkait pembangunan gedung KWT tersebut memang pemborong koordinasi dengan kami pemerintah pekon, namun hanya sebatas koordinasi saja, selebih dari itu terkait teknis pekerjaan dan lainnya kami tidak tahu, bahkan desain gambar ataun yang lainnya kami tidak paham juga, "tandasnya.
Terpisah, Yudi, Ketua DPC PWRI Lampung Barat mengatakan bahwa untuk memberikan informasi terhadap masyarakat telah melakukan upaya untuk mendapatkan informasi dengan melayangkan surat permohonan informasi publik ke Dinas Perkebunan Provinsi Lampung. Akan tetapi jawaban dari dinas bahwa kegiatan tersebut milik Pemerintah Kabupaten setempat.
"Kami sudah melayangkan surat permohonan informasi publik kepada Dinas Perkebunan Provinsi Lampung beberapa hari yang lalu, alhasil jawaban yang diberikan bahwa kegiatan itu milik Pemkab Lampung Barat. Meskipun sudah dijawab dengan dalih anggaran Dinas Perkebunan Kabupaten Lambar, maka langsung kita masukkan surat keberatan kembali, seharusnya instansi terkait tidak tertutup untuk memberikan informasi, karena Informasi Publik sudah diatur dalam UU 14 Tahun 2008 dan turunannya yang jelas menyatakan bahwa masyarakat berhak mendapatkan informasi kepada pengelola anggaran negara, " timpalnya.
"Untuk itu kita masih menunggu jawaban yang akan diberikan oleh Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, terkait surat keberatan kita, untuk selanjutnya kita tentukan langkah apakah akan membawa ke Komisi Informasi atau tidak, " tutupnya.